Minggu, 13 Oktober 2013

Cerpen - Execution of Love

Diposting oleh Indah Permatasari di 19.32
Entah sudah berapa kali aku mondar mandir dan memandangi refleksi diri di cermin. Kulirik jam yang menggantung tepat di samping tempat tidur. Jarum panjang menunjuk angka 9 dan jarum pendeknya hampir menunjuk angka 5. Berarti sudah pukul empat lewat empat puluh lima menit . Seharusnya aku sudah pergi pukul setengah lima. 

Akhirnya aku membulatkan tekad untuk pergi. Rambut panjang kubiarkan tergerai indah dengan poni yang menghiasi kening. Kucari baju yang menurutku paling manis namun tidak norak. Aku mengusahakan agar tampil senatural mungkin dengan make up yang tidak berlebihan. Aku hanya memoleskan sedikit bedak di pipi dan lipgloss berwarna pink natural ke bibir mungilku 

Bergegas kupacu mobil menuju sekolah lamaku. Jantung berdetak seirama dengan gundahnya pikiranku. Aku harus bersikap seperti apa nanti? Harus ku akui, begitu melihat bangunan kokoh itu aku serasa mau pingsan. Kulihat sekeliling taman sekolah, rupanya sudah cukup banyak yang datang. Beberapa cewek cekikikan bersama sama. Lalu ada juga yang histeris sambil peluk pelukan. Aku maklumi saja, toh sudah tak bertemu tiga tahun, dan kini bertemu di acara alumni, wajar saja acara kangen kangenan itu berlangsung dengan sangat tidak biasa. 

Kuputuskan melangkah ke arah taman sekolah. Beberapa orang yang berpapasan menyapa sekaligus memuji perubahanku. Aku hanya membalas dengan senyuman kecil. Manik mataku memindai sekitar. Aku saja tak yakin dengan apa yang kucari. Aku saja tak berharap bisa bertemu apalagi melihatnya. Aku bisa saja menghindar dari acara ini, tapi aku tak ingin di anggap pengecut yang melarikan diri dari kenyataan. 

“Hey, cari siapa, nona?” tanya Kevin mengagetkanku. Aku sontak menoleh.“Radith?” tanyanya lagi. Kali ini ia tersenyum geli ke arahku. Aku hanya diam menahan malu, walaupun aku tak suka waktu ia menyebut nama itu 

“Woy, Kevin?” sapa seseorang yang berdiri dibelakangku. Tanpa menoleh pun aku tau siapa pemilik suara manis itu. Dan harus kuakui suara itu mampu membuat jantungku berhenti sejenak dan sedetik kemudian aku bisa merasakan tanganku mendingin. Ya, suara itu juga mampu membuat torehan lukan ini semakin dalam. 

“Yoa, Radith” balas Kevin lebih semangat lalu merangkul Radith. Kini berdiri dihadapanku dua pria tampan. Yang salah satunya amat sangat ku kenal. Radith. Ia memakai t-shirt putih dan sneaker senada. Ia begitu.. tampan. 

“Eh.. Jendral, masih ingat dia?” tanya Kevin. Telunjuk kanannya mengarah padaku. Aku mendongak dan memamerkan aura kemarahan pada Kevin. Tapi toh Kevin tak peduli. Ku alihkan pandangan pada Radith. Senyum Radith perlahan mengembang, memamerkan lesung pipitnya. Senyum favoritku sebenarnya. 

“Helo, err..Dialofa,” ucapnya sambil melambaikan tangan. Kini ia lebih menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyuman yang lebih manis. Aku menghela nafas pelan. Sudah cukup ia menghipnotisku dan memanggil dengan panggilan itu. 

I know I can't take one more step towards you 
Cause all thats waiting is regret 
Don't you know I'm not your ghost anymore 
You lost the love I loved the most 

“Ya idiot. Nice to meet you.” ucapku (sok) ketus. Idiot? Ia bukan benar benar idiot. Kusetting otakku untuk melupakan keberadaan mereka dan kucari tempat duduk di kursi putih panjang yang berdiam tepat di bawah pohon Akasia. Dan yang benar benar ku sesalkan kini adalah, mereka mengikutiku dan ikut ikutan duduk tanpa izin dariku. Oke, aku tau bangku ini umum, tapi keberadaan mereka sungguh mengganggu hati dan pikiranku. 

“Datang sendirian aja?” tanya Radith. Aku mengernyitkan kening dan menoleh sekitar. Apa sedari tadi ia melihat aku datang bersama orang lain, huh? Pertanyaan bodoh! 

“Menurut lo?” tanyaku sarkatis. Radith tersenyum simpul dengan polosnya sedang Kevin seperti sedang menahan gelak tawa. Dibilang begitu, lebih mirip menahan buang air besar. 

“Ehmm..” Radith mendehem. Sepertinya Kevin mengerti akan instruksi Radith dan meninggalkan kami tanpa permisi sedikitpun. 
I learned to live, half alive 
And now you want me one more time 

“Masih ingat tempat ini kan?” tanya Radith padaku. Aku kembali menatap Radith dengan wajah sepolos polosnya. “Ya. Sedikit,” ucapku sambil mengedikkan bahu. Sebenarnya aku ingat terlalu banyak tentang tempat ini. Kini kusengajakan pura pura sibuk berkutat pada hp agar ia tak terlalu menanggapi auraku yang sedikit salah tingkah ini. 
“Kamu tidak berubah ya, sama seperti dulu, selalu cantik,” tuturnya lembut. Aku menoleh, dan sedikit kusembunyikan perasaan senangku karena luka luka itu selalu menunggu untuk kembali menyayat kalbuku. 
Who do you think you are? 
Runnin' 'round leaving scars 
Collecting a jar of hearts 
Tearing love apart 

“Oh,” responku lebih pendek dari sebelumnya. Walau kuakui, ia berhasil membuat pipiku semerah kepiting rebus. Radith mendesah. Ia memandang ragu ke arahku. Aku bahkan tak tau, apa yang membuatnya ragu. 

“Tapi, kamu bukanlah Fafanya Radith lagi, lebih dingin,” katanya kemudian. Giliranku yang mendesah. Ia memang benar. Radith lalu bangkit dan menarik tanganku seenaknya menuju cafe sekolah. Aku pasrah. Padahal, sungguh, ia kembali memaksa otakku untuk memutar rekaman masa lalu yang belum benar benar ku delete. 
You're gonna catch a cold 
From the ice inside your soul 
Don't come back for me 
Who do you think you are? 

I miss you, but I'm trying not to care anymore.-notebook- 
** 
Aku memilih tempat duduk paling belakang. Mataku memutari pandangan terhadap penumpang bus. Hanya was was kalau ada yang bertampang menyeramkan dan berniat yang tidak tidak. Aku bernafas lega ketika mendapati seisi bus hanya ibuk ibuk dan beberapa anak sekolahan serta seorang cowok yang tidur persis di sampingku. 

Aku sempat mematung memandanginya. Ia sedang mendengarkan lagu lewat earphone rupanya. Tapi, hey, dia tidak buruk juga, malah sungguh... tampan. Bulu matanya lentik, lengkungan bibirnya manis, serta rambut acak acakannya yang basah menimbulkan efek tersendiri bagiku. Aku bisa merasakan waktu melambat untuk beberapa detik hingga bus mendadak berhenti dan ia sontak bangun. 

“hey,” sapanya tiba tiba sambil tersenyum manis dan memperlihatkan lesung pipit di pipi kirinya.Aku tertegun dan membalas dengan senyuman kecil dan buru buru turun saat aku benar benar sadar bahwa bus tersebut memang berhenti di depan sekolahku. Dan, tebak, cowok tadi ikutan turun denganku. Oh God! Youre so good! Dia satu sekolah denganku. 

Aku pura pura tidak peduli saat ia berjalan di belakangku, ataupun pada hujan yang mulai membasahi seragam bahkan sebelum aku sampai di koridor utama untuk berteduh. Aku berusaha tidak peduli karena aku takut ia peduli akan memerahnya mukaku. 

“Kasian, baju lo basah,” ucapnya sambil memayungiku.Aku menunduk menahan malu. Kenapa tidak? Semua orang memandangi kami. Mungkin karena kami berjalan di tengah lapangan. Bak artis yang berjalan di redcarpet. Begitu menarik perhatian. “Umm. Thanks,” ucapku terlalu pelan. Suaraku ternyata mogok untuk keluar. Aku hanya bisa berharap ia bisa mendengar ucapan terima kasihku. 


I hear you're asking all around 
If I am anywhere to be found 
But I have grown too strong 
To ever fall back in your arms 
Namanya Radith. Aku benar benar berusaha menghapus perasaan kagumku, saat kudengar teman teman menyebut bahwa ia adalah pentolan sekolah yang notabennya pemimpin tawuran. Sungguh, aku tak ingin teribat dengan hal yang begituan. Dan salah satu kesialan yang kudapat adalah saat kelas 2 aku sekelas dengannya. Tunggu, aku bahkan tak mengerti kenapa aku benar benar takut, bukannya ia tak begitu kenal denganku, kan? 

Sudah seminggu aku sekelas dengannya, dan aku beruntung, ia tak menunjukkan tanda bahwa ia mengenalku. Berarti Im saved. Tak kusangka Tuhan sedang mengujiku dengan adanya Radith yang nangkring di tempat dudukku. 

“Radith, minggir gue mau duduk,” ucapku ketus. “Ya duduk aja di sini,” ucap Radith sambil menunjuk ke arah bangku di sampingnya yang biasa di duduki temanku. Aku mengernyitkan kening. 

“Hah?” tanyaku tak mengerti. Mana mau aku duduk dengannya. Aku tak ingin terbawa pengaruh buruknya, walau ada beberapa orang yang bilang Radith itu baik. 

“Gue ini gak pinter kayak lo, ada baiknya lo duduk sama gue, sukur kalau gue bisa ikutan pinter, dan bersikap manis,” katanya tanpa dosa. Dia memasang tampang polos yang membuatku eneg. 

“hah!? Gamau ah!” ucapku lalu tanpa sadar aku telah menggenggam tangan Radith dan serta merta menariknya agar bangkit. Aku memang berhasil membuat Radith berdiri, dan seharusnya aku langsung duduk, tapi malah terjadi adegan seperti di sinetron yang sekan akan telah berputar musik romantis, waktu berjalan lambat, dan bunga bunga bertebaran. Upss! Aku sadar dan buru buru melepaskan genggamanku, tapi Radith malah menahan tanganku. Sekarang ia malah menatapku galak. Yah, walau begitu harus kuakui matanya sangat indah. 

“lo udah genggam genggam tangan gue seenaknya , jangan pikir lo bisa seenaknya lepas lepas semau elo ..” 

“hah?” tanyaku lagi lagi tak mengerti. Radith gelagapan dan bergegas melepaskan tangannya. Kukira ia akan kembali ke tempat asalnya, tapi ternyata, ia tetap pada pendirian.Dan pada akhirnya, aku malah duduk dengannya. Aku berusaha tuli akan siulan teman sekelas dan segala cemoohan dan ejekannya. Sedang Radith? Ia malah menikmati, dan ikut bersiul siul. Apa ia tak sadar bahwa yang jadi bahan tertawaan adalah aku, dan termasuk dia. Idiot! 


Ive learned to live, half alive 
And now you want me one more time 
“Tak bisa kuhindari lagi. Aku, Radith Kuarta, dilahirkan untuk membuat kaum hawa jatuh hati padaku. Ini bukan salahku. Ini bukan keinginanku. Ayah dan ibuku yang menciptakan wajah ini, ” Kelakarnya suatu hari, saat aku baru tau, Radith yang berandalan ini punya fans cewek segudang. Dulu, aku pernah bertanya tanya, kenapa banyak yang tergila gila pada Radith? Tapi sekarang ku akui, betapa aku mengagumi Radith pada apa yang diperbuatnya. Aku sadari, betapa aku menyukai saat saat ia tersenyum dan tertawa atupun saat ia bersikap apa adanya. 

“Hey, ikut gue!” ajaknya saat sekolah sudah benar benar sepi dari siswa siswi yang bergentayangan. Kulirik jam tangan, ternyata sudah pukul 5 sore. Aku meamandang ragu ke arahnya. “Kemana?” tanyaku hati hati. Radith tak menjawab, malah menarikku ke salah satu bangku putih panjang yang bernaung di bawah pohon Akasia tua. Ia mengajakku duduk, dan aku mengikutinya. 

Radith bercerita banyak tentang kebiasaannya. Yang bahkan aku tak bertanya sama sekali. Aku juga tidak yakin aku menangkap semua yang Radithtakannya. Radith mulai terdiam. Matanya lalu menatap lurus ke arah pesona sunset. Langit sore sudah ternoda bercak jingga. Bahkan awan berarak pun tak kalah jingganya. Graduasi warna yang begitu memukau telah terpampang di kanvas langit. Matahari seakan tak berhenri pada itu saja. Kini ia mulai bersembunyi di belakang gunung membelah cakrawala. Bayang bayang daun dan belaian angin seperti memetik rona dan irama . 

Tapi, aku hanya mencermati setiap lekuk wajah rupawan Radith. Saat mataku benar benar bertemu dengan matanya. Aku sadar, saat itu aku bisa merasakan waktu berjalan lebih pelan, musik lembut terputar pelan di otakku, kupu kupu serasa terbang di antara kami, dan dedaunan yang jatuh bagai perhiasan indah saat diterpa meganya sinar mentari. Cinta, itu yang Radithtakan orang orang. 

.Mata hazelnya telah mampu membuat seluruh persendianku kaku. Jangan blushing sekarang ya pipiku. Ia mendekatkan wajahnya, aku bisa merasakan tiap hembusan nafas hangatnya menerpa wajahku. Dari sini, aku bisa melihat jelas ombak ombak yang berkeharan di matanya 
‘When a girl is in love, you can see it in her smile. When a boy is in love, you can see it in his eyes’.-notebook – 

It took so long just to feel alright 
Remember how to put back the light in my eyes 
I wish I had missed the first time that we kissed 
Ia menatap bibirku, sedang aku balas melihat ke bawah. Kurasa detak jantungku telah mengalahkan kecepatan dentangan detik. Sebuah aliran listrik tiba-tiba menjalar di tubuhku saat jarak antara aku dan Radith benar-benar terhapuskan. Merasakan kecupan lembut Radith di bibirku, menikmati setiap deru hangat nafasnya dan setiap getaran yang disampaikannya dengan sangat jelas. 

Ia memelukku erat. Entah kenapa, aku jadi tak punya pertahanan. Aku bisa mencium parfum aigner dan maskulin alami tubuhnya. Oh Tuhan! Aku merasa degup jantungku kali ini lebih cepat dari dentangan detik. Persendianku serasa lumer. Aku menghela nafas pelan, kurasakan detak jantungnya juga memburu. Tapi kenapa harus keheningan yang tercipta di tempat seindah ini ? 

Saat Radith melepaskan pelukannya. Aku sadar. “Idiot, why you do this to me?” teriakku sambil memukul dadanya sekeras mungkin. Tiba tiba ia menarik tubuhku dan memelukknya sangat erat. Erat hingga aku susah bernafas dan terdiam dibuatnya. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang memburu begitu pula denganku. 

“I Love you.”bisiknya pelan ke telingaku. “Err.. di matamu hanya boleh ada aku!” tambahnya lagi. Seperti biasa, ia selalu memakai nada otoriternya. 

Aku tak ingat lagi, kenapa aku bisa berstatus pacaran dengan Radith. Yang aku ingat, ia menuliskan sesuatu ditanganku. Dialofa. Pertama, aku sama sekali tak mengerti apa artinya, pernah aku berfikir bahwa itu adalah sebuah lagu, ternyata Dialofa itu Radith Love Fafa. Norak! 


it hurts the worst when the person that made you feel so special everyday, makes you feel so unwanted today.-notebook- 

Saat Radith benar benar dingin terhadapku, aku sangat khawatir. Mungkin aku kini duduk berhadapan dengannya sekarang. Aku memang bisa menatapnya lekat lekat. Tapi, yang kurasakan saat ini adalah ia sedang berada di sebuah negara yang cukup jauh dariku. Helo! Aku kekasihmu! Bukan hp itu yang kekasihmu! 

Pandanganku lalu tertuju pada seorang gadis cantik dengan seragam sekolah yang berbeda dengan kami. Bisa kutebak, ia sedang melangkah ke arah kami. Radith sontak berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sumringah. 
Who do you think you are? 
Runnin' 'round leaving scars 
Collecting a jar of hearts 
And tearing love apart 

“Hai dear, long time no see you,” ucap gadis itu dengan nada imut yang dibuat buat. Radith memamerkan tawa manisnya. Tuhan telah menyajikan pandangan yang membuatku merasa ribuan pisau menerjang kalbuku berkali kali.Aku tak peduli pandangan aneh beberapa siswa yang melihat air mataku jatuh tak berdaya. Bahkan Radith pun tak peduli. Manik mataku tak bisa lari dari dua insan mesra itu. Radith bercipika cipiki dengannya di hadapanku! Bahkan Radith tak mengakuiku sebagai pacarnya. Sebenarnya selama ini aku siapanya sih!? 

Kecemburuan ini membuktikan bahwa cinta itu harus memiliki. Mungkin benar, langkah yang kuambil selama ini memang salah. Dan kebenaran yang kudapat adalah Radith memang pindah ke lain hati. Radith, aku memang bodoh, mencintaimu yang melihat orang lain. Mungkin tidak pernah ada aku dalam hidupmu dan kini aku hanya melihatmu sebagai air mataku yang terus turu.n 

‘The worst feeling in is the world when you can't love anyone else, because your heart still belongs to the one who broke it.’-notebook- 


‘We met, we talked, we liked, we texted, we dated, we committed, I loved, you cheated, we're done, you're deleted.-notebook- 

“Apa kamu sudah melupakanku?” tanya Radith membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum getir. 
“Tidak, bagaiamana mungkin aku melupakanmu. Kamu cinta pertama ku, sama kamu aku ngerasain ciuman pertama!” akuku. Aku tertawa miris. Radith tertegun mendengar rangkaian kata yang keluar dari mulutku. Apa aku terlalu jujur kali ini? 

“Err.. Maaf, Apa kita bisa kembali seperti dulu?” tanya Radith sambil tersenyum. Aku terdiam dan tak menjawab perkataannya. Aku sadar, aku memang masih mencintainya. Tapi bukan berarti ia seenaknya bisa mondar mandir ke kehidupanku. 
Cause you broke all your promises 
And now you're back 
You don't get to get me back 

“Ya, kamu tau. Aku sangat menyesal akan perbuatanku waktu itu. Aku masih sangat menyayangimu. Kita bisa balikan lagi, kan?” tambahnya lagi. Kali ini ia menatap pasti padaku. 

“Maaf, Semuanya ga akan pernah sama lagi. Biarlah itu akan tetap jadi masa lalu yang akan terus kita kenang, ” ucapku lirih. 

Aku beranjak menuju tempat lain. Aku sudah tak sanggup menantang pandangannya. Bulir bulir air mata mengaburkan pandanganku hingga membentuk anak sungai di kedua belah pipi. 
You're gonna catch a cold 
From the ice inside your soul 
So don't come back for me 
Dont come back at all 

Kau tau, rasanya seperti baru bebas dari ambang kematian. Mungkin aku telah siap menerima kepingan hati lain yang akan melengkapi puzzle hati ini. 
‘Im not worry if Im single single. Cause, I know God is looking at me right now, saying, "I'm saving this one for someone special”,.’-notebook- 

Who do you think you are? 
Who do you think you are? 
Who do you think you are? 
** 
END 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Wonderfull of my life ✿ Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos