Selasa, 10 April 2012

INDAH PADA WAKTUNYA ^^

Diposting oleh Indah Permatasari di 06.16 0 komentar

Sungguh, kukutuki sekaligus kunikmati kenyataan yang kualami sekarang ini. Aku bertanya-tanya, normalkah aku, atau jiwaku yang telah sakit? Luka demi luka di masa lalu ternyata telah mencetakku menjadi cewek yang mempersetankan cinta. Sampai kenyataan baru itu datang. Aku jatuh cinta pada Om Bur, seorang selebriti di kotaku, seorang yang sangat ramah, dan seorang Papa dari sahabat terbaikku.
Aku gamang.

Kutepuk keningku. Kuhitung, sudah sebulan perasaan terlarang itu menjerat hatiku. Seharusnya memang, ini tidak boleh terjadi!
Tania, sahabatku, anak Om Bur, yang mengawali semua ini. Ia tahu aku sedang kacau waktu itu. Lalu ia mengusulkan sesuatu.

"Udah, deh, Ke, terima aja Resnu. Dia kan cakep banget."
"Aku nggak bisa, Tan. Sumpah, aku nggak punya perasaan apa-apa padanya, juga pada yang lain," aku hampir menangis. "Aku takut, Tan, jangan-jangan nanti aku bisa jadi lesbi!"
"Hus! Ngaco!" Tania memandangku iba. "Kamu sendiri yang menghukum dirimu. Makanya jangan dipikir terus."
"Gimana caranya supaya nggak mikir?"
"Buang bayangan mereka dari pikiran kamu. O, ya, kamu suka nggak dengerin radio Santana?"
"Memangnya kenapa?"
"Untuk mecahin masalah-masalah asmara kayak kamu ini, radio Santana-lah tempatnya. Papaku kan penyiar di sana."
"Masak, sih?" aku mulai tertarik.
"Papa ngasuh banyak acara. Salah satunya 'Problema Asmara Kamu'. Cara konsultasinya enak lagi, Ke. Pakai telepon."
"Siapa sih nama Papa kamu?"
"Bur. Di udara dipanggil Om Bur."
Aku menganga. Benar-benar tidak menyangka. Jadi Om Bur, penyiar top itu, Papa Tania?
"Kamu kok nggak bilang-bilang Om Bur itu Papamu, Tan?"

Banyak memang yang belum kuketahui tentang Tania, terutama keluarganya. Ia seorang yang agak tertutup, sama seperti aku. Yang jelas, Tania telah kehilangan ibunya sejak kecil. Sedang aku, juga telah kehilangan Papa dua tahun lalu. Barangkali, latar belakang persamaan nasib itulah yang membuat kami cepat akrab sejak menjadi siswa SMA Teladan.

Tania-lah yang pada akhirnya membuatku menjadi penggemar maniak radio Santana, terutama acara-acara yang diasuh oleh Om Bur.

"Halo, radio Santana di sini," kata Om Bur waktu pertama kali aku ikutan di ajang 'Problema Asmara Kamu'. "Ini dari siapa, ya?"
"Dari Keke, Om. Keke temannya Tania."
"Tania?"
"Iya, Om. Tania anaknya Om. Kami satu sekolah. Teman akrab, Om."
"O, begitu. Pasti Tania yang nyuruh kamu ikutan acara ini. Iya kan, Ke?"
"Iya deh, Om."
"Oke, sekarang cerita deh apa masalah kamu, Ke?"
"Gini, Om. Saat ini saya sedang kacau. Kacau benar. Saya sering bener dikecewain sama cowok. 
Akibatnya, selama hampir dua tahun ini, saya nggak bisa lagi jatuh cinta pada cowok, secakep apapun itu. Saya nggak punya perasaan apa-apa lagi pada cowok, Om. Dan memang saya nggak bakalan bisa jatuh cinta, Om Bur."
"Ah, yang bener?" Om Bur tertawa. Tawa untuk yang pertama kali selama dua tahun ini kuakui sangat menawan.
"Bener, Om, saya nggak bohong!"
"Iya deh, percaya. Berapa sekarang usia kamu, Ke?"
"Limabelas, Om."
"Udah berapa kali kamu putus dengan pacar kamu?"
"Lima kali, Om."
"Waduh, banyak sekali iya, Ke. Itu artinya Keke itu laris. Om bisa tebak, Keke pasti cantik, iya," Om Bur tertawa.
Aku ikut tertawa.
"Aduh, Keke, seharusnya di usia kamu yang masih amat dini ini, Keke nggak boleh tersiksa karena cinta. Biarkan cinta itu datang silih berganti dalam kehidupan Keke, sampai tiba saatnya nanti Keke menemukan cinta sejati."
"Cinta sejati, Om?"
"Iya, Ke. Kalo cinta sejati nanti sudah datang, Keke akan sadar bahwa nggak benar Keke nggak bisa jatuh cinta lagi. Segala sesuatunya akan indah pada waktunya, Ke. Juga cinta sejati kamu akan datang pada waktu yang tepat, sehingga indah pada waktunya. Begitu, Ke."
Tiba-tiba saja, semuanya menjadi lain. Tiba-tiba saja, perasaanku menjadi plong.
"Oke deh, Keke, Om yakin Keke belum puas. Keke boleh datang konsultasi ke studio, dan Om akan dengar semua masalah Keke."
"Bener, Om?"
"Bener. Masak Om bohong?"
"Dua hari lagi, saya datang bareng Tania iya, Om."
"Oke, Om tunggu. Sekarang udahan dulu, iya. Salam buat adik Keke, Mama Keke, Papa Keke, juga kucing Keke."
"Tapi, Om...?"
"Kenapa?"
"Saya nggak punya Papa lagi. Sudah meninggal...."
"Oh, maaf, Keke. Kalo begitu, salam buat Papa didobelin ke Mama Keke aja, deh."
"Iya, Om...."
***

Sejak itu, aku jadi akrab dengan Om Bur. Tampangnya tidak seperti Bapak-Bapak. Wajahnya kelihatan masih amat muda. Punya sepasang mata yang amat teduh, senyum yang menawan, dan tawa yang renyah. Ia punya banyak modal untuk digandrungi.
Dan saat ini, detik ini, sama seperti hari-hari kemarin, aku sedang menunggu Om Bur siaran. Cuma bedanya, hari ini aku datang sendiri tanpa Tania. Betapa kangennya aku memandang mata Om Bur. Betapa kangennya aku tangan itu kembali menjewer hidungku, sama seperti yang dilakukannya pada Tania.
Om Bur keluar dari ruang siaran. Ia datang menghampiriku.
"Halo, Keke," Om Bur menjewer hidungku, sama seperti yang dilakukannya pada Tania.
Om Bur keluar dari ruang siaran. Ia datang menghampiriku.
"Halo, Keke," Om Bur menjewer hidungku. "Nggak dengan Tania?"
"Tania ada urusan, Om," aku berbohong. Padahal Tania tidak tahu aku ke sini.
"Keke pasti haus. Mau minum apa, Ke?"
"Apa aja deh, Om."
Om Bur begitu perhatian. Alangkah bahagianya Tania punya Papa sebaik Om Bur, dan alangkah malangnya aku tidak punya Papa untuk bermanja-manja.
"Apa kabar adikmu Sasi?" tanya Om Bur sambil menyodorkan sebotol sprite dingin.
"Baik, Om."
"Kucing Keke?"
"Lagi flu, Om."
Kami sama-sama tertawa.
"Mama Keke cantik, iya. Lembut lagi."
Aku menganga. Cantik? Lembut? Kapan ia melihat Mama?
"Kemarin, waktu ngantar Tania ke rumah Keke, Om sempat bertemu Mama Keke. Kami lama ngobrol. Keke sih, pergi ke mana aja? Tania sampai sebel nunggu Keke. Tania nggak cerita?"
Aku menggeleng lemah. Tiba-tiba saja aku merasa cemburu.
"Waktu masih muda, Mama Keke pasti secantik Keke."
"Berapa jam Om ngobrol dengan Mama?"
"Kira-kira lima jam, deh."
Lima jam? Selama itu? Apa saja yang mereka obrolkan?
"Agar-agar buatan Mama enak banget. Sudah lama Om nggak makan agar-agar seenak itu."
Kugigit bibirku. Om Bur makan agar-agar buatan Mama?
"Kaget iya, Ke?" Ia mengacak rambutku. "Om sama Tania sempat makan siang di rumah Keke. Sayur asemnya enak!"
Kugigit telunjukku. Sampai makan siang segala!
Om Bur sudah kembali siaran. Aku tidak berminat lagi menungguinya siaran. Aku harus pulang!
"Keke!" panggil Om Bur ketika kakiku sudah di halaman.
"Iya, Om?"
"Keke ada ongkos pulang?"
"Ada...."
"Salam buat Mama...."
"Iya...."
"Bilangin, Om Bur kangen makan agar-agar lagi."
"Iya...."
"Dadah Keke...."
"Dadah...!"
Langkahku begitu berat. Tertarikkah Om Bur pada Mama? Tidak, tidak, tidak mungkin! Itu cuma pengungkapan rasa hormat Om Bur terhadap Mama karena aku adalah sahabat Tania! Hanya sebatas itu! Tidak mungkin ada yang lain!
***

Ini adalah untuk yang pertama kalinya aku melihat wajah Mama bersinar lagi selama dua tahun ini. Sejak Papa berpulang, Mama larut dalam segala kesedihannya.
Malam ini, Mama cantik sekali. Sudah berdandan rapi. Om Bur-kah yang ditunggunya? Tidak mungkin! Toh sejak Om Bur titip salam, ia tidak pernah menyinggung-nyinggung tentang Mama.
"Mama lain sekarang iya, Mbak Ke," Sasi mencolek tanganku.
Aku diam. Tanganku sedang sibuk mencari gelombang radio Santana. Malam ini Om Bur siaran. Katanya siang tadi, ia akan kirim lagu untukku.
"Halo, kawula muda, radio Santana bersama Anda," suara Om Bur. "Sekarang kamu-kamu sedang mengikuti ajang 'Anjang Sana'. Buat Keke di Padang Harapan, udah belajar belum? Kalo udah, dengerin nih lagu 'Semenjak Ada Dirimu' milik Anditi yang kamu pesan tadi siang. Om yakin, Keke pasti hepi dengerin lagu ini."
Lagu 'Semenjak Ada Dirimu' dari Anditi berkumandang di kamarku, juga di hatiku.
"Buat Keke, Om tinggal dulu, iya. Sekarang giliran Mama Keke yang Om kirimi lagu."
Astaga!
"Buat Mama Keke, selamat malam, dan selamat menunggu kedatangan saya. Udah rapi, kan? Oke deh, sebentar lagi saya dan Tania akan menjemputmu. Anak-anak diajak sekalian, iya?"
Aku terhempas. Kenyataan macam apakah lagi ini?!
Jam delapan, Om Bur datang. Tidak bersama Tania. Aku mengintip dari kamarku. Mama setengah berlari ke halaman menyambut Om Bur. Mereka saling senyum, saling bertatapan, saling....
Maka berakhirlah semua harapanku.
Mereka cekikikan di ruang tamu.
"Tania nggak jadi ikut?"
"Katanya malas, Jeng. Dia titip salam saja untuk Jeng. Anak-anak mana?"
"Sasi baru aja keluar dengan pacarnya. Sebentar, saya lihat dulu Keke di kamarnya."
Refleks kuhempaskan tubuhku ke ranjang. Kututupi wajahku dengan selimut.
"Keke, Keke, bangun, Nak. Ada Om Bur," Mama mengguncang tubuhku.
Beberapa menit kemudian, Mama keluar. Nyata sekali Mama tidak bersungguh-sungguh membangunkanku. Supaya acaranya dengan Om Bur tidak terganggu!
Aku mengintip lagi dari kamar.
"Wah, Keke nggak bisa dibangunin lagi tuh, Mas."
Dasar pembohong! Apa katanya tadi?! Mas?!
"Iya udah. Bagaimana kalau kita nggak jadi keluar? Kan lebih enak di rumah. Saya ingin memandang bola matamu lama-lama, Jeng...."
"Ah, Mas ini...."
Genit! Mama genit!
"Jeng...!"
"Iya...?"
"Sudah kamu beritahu anak-akan tentang rencana pernikahan kita?"
"Belum, Mas. Tapi aku yakin, mereka akan setuju. Apalagi Keke, dia pasti merasa sangat surprais."
Airmataku banjir. Dua tahun aku tidak punya perasaan apa-apa pada cowok. Sekarang, setelah perasaan itu kembali muncul, kenapa Om Bur harus dirampas? Kenapa justru yang merampasnya adalah Mama?
Airmataku terus berhamburan, dan aku gagal menyembunyikan suara tangisku.
"Keke, ada apa, Nak?" Tiba-tiba Mama sudah berdiri di ambang pintu. Di belakang Mama, ada Om Bur....
"Keke, bilang pada Mama ada apa?"
"Keke... Keke...!"
"Kenapa, Nak?"
"Keke... Keke mimpi diterkam harimau. Keke takut, Ma...."
"Udah, jangan takut lagi, iya," Mama menarikku ke pelukannya. "Di sini ada Mama, ada Om Bur."
"Iya, Ke. Jangan takut. Ada Om di sini. Mimpi segitu aja Keke kok takut?"
***

Tak ada lagi suara radio di kamarku. Bahkan radio sudah kulemparkan ke gudang. Toh semuanya sudah berakhir! Toh luka-lukaku sudah sempurna dalamnya! Toh...!
Tinjuku terkepal, menahan rasa cemburu yang amat hebat.
Hari pernikahan Mama dengan Om Bur sudah ditentukan. Aku cuma bisa mengangguk lemah ketika Mama minta restu persetujuanku beberapa hari yang lalu.
"Kamu setuju kan, Ke, kalo Mama menikah... dengan Om Bur?" tanya Mama. Matanya memandangku penuh harap.
"Setuju, Ma."
"Kamu kok lesu, Ke. Kenapa, Nak? Sakit?"
"Mimpi-mimpi seram itu terus mengganggu saya, Ma," aku berbohong.
"Mimpi diterkam harimau?"
Aku mengangguk. Airmataku merebak. Tuhan, betapa pahitnya kenyataan ini!
"Sebaiknya, saya tinggal bersama Nenek dulu di Curup, Ma."
"Baiklah, Nak."
Sejak mendengar tentang pernikahan Mama dengan Om Bur, aku memang terus bermimpi. Bukan mimpi diterkam harimau, bukan! Aku bermimpi, Mama menikah di gereja. Dan dalam mimpi itu, aku menangis, menangis, dan menangis!
***
Menurut rencana, cuma sebulan aku tinggal bersama Nenek. Nyatanya, sampai bulan keempat, sampai Mama menikah, sampai Mama dan Sasi pindah ke rumah Om Bur, aku tidak kembali. Kukira, aku sudah tidak punya tempat lagi di sana. Buat apa aku kembali ke rumah, jika di sana aku cuma berjuang menyingkirkan rasa cemburu kepada Mama.
Tiap hari kerjaku cuma merenung, dan terus menyesali nasib.
Suara radio tetangga sebelah berkumandang, memamerkan lagu dangdut. Iseng-iseng, kuhidupkan radio Nenek.
Dan... suara khas Om Bur langsung meluncur.
"Buat Keke di kota kecil Curup, gimana kabarnya, Nak. Minggu depan, Papa, Mama, Tania, dan Sasi akan mengunjungimu. Papa kangen menjewer hidung Keke...."
Radio kusentakkan. Hampir saja jatuh membentur lantai. Apa katanya tadi? Papa? Lancang betul!
Minggu yang gila itu pun tiba. Mereka datang dengan segala keceriaan mereka, dengan segala kebahagiaan mereka. Tiga bulan pisah dengan Mama, aku lihat ia bertambah cantik. Tak ada lagi warna kelabu dalam matanya. Aku senang, tapi juga marah, sedih, sirik, iri, dan cemburu!
"Halo, Keke," Om Bur menjewer hidungku. "Keke nggak kangen pada Papa?"
Tenggorokanku tercekik.
"Kangen kok, Pa...."
Tuhan, aku telah memanggilnya Papa?
"Halo, Kak Keke...!"
Aku semakin takjub. Apa kata Tania? Aku dipanggil Kakak? Aku memang tua tujuh bulan darinya. Tapi, haruskah aku dipanggil Kakak?!
Rasa takjubku tidak cukup sampai di situ. Tania dengan fasih memanggil Mama pada Mamaku, dan Sasi dengan lincahnya memanggil Papa pada Om Bur. Aku menggigit bibir. Harus bagaimana aku bersikap di tengah luapan kegembiraan mereka?
"Mama, Mama," Tania menarik-narik tangan Mamaku. "Kolam ikannya mana dong, Ma?"
"Tuh, di ujung sana, Sayang."
"Kita mancing sekarang dong, Ma!"
Mama, Om Bur, Sasi, dan Tania berlarian ke arah kolam ikan. Aku menyusul, tanpa semangat.
"Seharusnya kamu bahagia punya pengganti Papa sebaik dia, Ke," Nenek menggamitku dari belakang.
"Saya bahagia kok, Nek."
"Kenapa mesti bohong. Nenek sudah baca buku harianmu."
"Nenek!" Aku memekik. "Nenek lancang sekali!"
"Kenapa ini bisa terjadi, Ke?"
"Saya nggak tahu, Nek! Perasaan itu mengalir begitu saja."
"Sebenarnya bisa kamu cegah. Tapi kamu nggak mau melakukanna, karena kamu egois!"
"Egois kata Nenek?"
"Apa nggak egois namanya, jika kamu nggak rela Mama dan adik kamu bahagia. Sebenarnya, perasaan kamu pada Om Bur bukan cinta! Sebenarnya, sosok Om Bur muncul dalam benak kamu sebagai Papa, tapi kamu salah kaprah menyebutnya sebagai cinta. Dan nggak bener kamu nggak bisa jatuh cinta lagi! Kamu hanya belum ketemu cinta sejati, Keke. Percayalah, cinta sejati suatu saat akan datang dalam hidupmu, akan indah pada waktunya, Keke...."
Aku ternganga.
"Mulai sekarang, bunuh semua rasa cemburu kamu! Seharusnya kamu bersyukur, telah mendapat pengganti Papa yang sangat baik! Apalah artinya perasaan semu kamu dibanding dengan cinta dan kasih sayang Om Bur yang begitu tulus? Itu karunia besar, Cucu...."
Tangisku pecah.
"Tapi, Nek, saya duluan yang mengenal Om Bur."
"Jadi maumu apa sekarang?"
"Nek...."
"Masihkah kamu tetap sirik pada Mama kamu, jika Nenek beritahu sekarang bahwa Mama telah mengandung?"
"Apa, Nek?"
"Kamu akan segera punya adik."
"Saya... saya...."
"Sekarang pergi sana ikut mancing. Panggil Om Bur dengan sebutan Papa tanpa malu-malu!"
"Nek...!"
"Keke!" teriak Om Bur dari jauh. "Cepeten sini mancing bareng Papa!"
"Iya, Papa!"
Aku berlari menghampiri mereka ke kolam ikan. Nenek memang benar. Mulai sekarang, akan kubunuh perasaan terlarang ini, meskipun untuk itu aku harus berjuang.
Bukankah Om Bur pernah bilang, segala sesuatunya akan indah pada waktunya.

Sabtu, 07 April 2012

Kejujuran itu INDAH

Diposting oleh Indah Permatasari di 06.37 0 komentar
Pagi hari di sekolah didalam kelas ada 3 orang anak murid yang sedang berbincang-bincang. Anak-anak ini mempunyai group yang bernama tralalatrilili yang anggotanya ada 4 orang. Yaitu Risa, Siska, Rini, dan Yola. Risa : (Ceria) ”Pagi siska !!” siska : “Pagi ris ” Yola : “Ngomong-ngomong kayanya ada yang kurang deh !” Risa : “Iya, yah” Lala : “iya, benar ada yang kurang. Orang Rini belum datang.” Siska : “Oh. Iya Rini. Pantas saja sepi banget biasanya dia kan yang paling bawel !” (Tiba-tiba Rini datang, dengan wajah termenung tanpa senyum. Sedikitpun Langsung duduk ditempat duduknya.) Yola : “Tumben banget nona bawel baru datang ?” Siska : “ Iya nih kesiangan ya ?” Rini : “Iya (sambil termenung)” Risa : “Kamu kenapa Rin ? Tidak biasanya kamu seperti ini ? biasanya kamu pagi-pagi udah buat kita bertiga ketawa.” Lala : “Iya nih ! kamu sakit rin , kayanya kamu lesu banget.” Siska : “Tau nih ditanya aku aja jawabannya singkat banget.” Rini : “Tidak, aku tidak apa-apa hanya lagi malas ngomong saja.” Risa : “Ya sudah rin kalau memang kamu tidak kenapa-napa kita Cuma takut aja kalau kamu lagi ada masalah atau kamu sedang sakit tapi tidak mau cerita.” Rini : “Ya. pokoknya aku tidak kenapa-napa. Kalian tidak usah takut. (Bel masuk pun berbunyi) Bu Raysa pun masuk ke dalam kelas karena pada hari ini jam mengajar Bu Raysa dikelas ini. Ia ini salah satu guru yang aneh di sekolah. Bu Raysa : “Pagi.. anak-anak ?” Anak-anak : (Menjawab Serentak) “PAGI BU ” Bu Raysa : “Baik pada hari ini kita akan melanjutkan materi yang minggu lalu Ibu berikan, sebelumnya kumpulkan tugas kalian !!” Anak-anak : “IYA BU” Rini : “Bu, buku tugas saya tertinggal dirumah !” Bu Raysa : “ TERTINGGAL? kamu tidak membawa tugasnya, apa tidak membuatnya ?” Rini : “Saya tidak membawanya bu. Sungguh, saya tidak berbohong.” Bu Raysa : “Ya sudah kalau begitu kamu tidak dapat nilai seperti teman-teman kamu” Risa : (berbisik-bisik) rin kamu tidak membawa tugasnya ? Tidak biasanya kamu kaya gini Rini : “Iya ris aku lupa. Semalam aku tidur malam banget !!! Jadi aku lupa memasukan kedalam tasku.” Bu Raysa : Ibu akan berikan selembaran kertas yang isinya materi-materi penting untuk kalian pelajari” Bu Raysa membagikan kertas lembaran itu, anak-anak pun membacanya dan memahaminya. Lalu ia memeriksa tugas yang dikumpulkan tadi. Tiba-tiba kepala sekolah datang dan masuk kedalam kelas. Kepala Sekolah : “Permisi bu raysa, Saya minta waktu sebentar.” Bu Raysa : “Silahkan ibu kepala sekolah !!! Memang jam mengajar saya juga sudah habis.” Kepala Sekolah : “Anak-anak maaf ibu mengganggu kalian belajar. Sebentar, ibu kesini mau memanggil anak yang bernama Rini . Yang bernama Rini acungkan tangan.” Rini : (Mengancungkan Tangan) “SAYA BU !” Kepala Sekolah : “Ikut keruang ibu sebentar, ada yang ibu mau bicarakan !” Rini : “Baik Bu.” Sampainya diruang Kepala Sekolah,Rina duduk tegang di handapan kepala sekolah. Rini : “ Ada apa ya bu sampai saya di panggil keruang ibu ?” Kepala Sekolah : “Begini, apa benar kamu sudah menunggak SPP 3 bulan ?” Rini : “Iya bu memang saya belum membayar uang spp selama 3 bulan.” Kepala Sekolah : “Kenapa ? kamu sampai menunggak 3 bulan apa sebenarnya kamu di kasih uangnya sama orang tua kamu cuma pakai ?” Rini : “Tidak bu memang saya belum dikasih uangnnya sama orang tua saya karna orang tua saya belum punya uang.” Kepala Sekolah : “Ya sudah, kalau begitu. Ibu sarankan terhdap kamu secepatnya kamu lunasi karena sebentar lagi kamu akan UAN. Rini : “Baik bu, Secepatnya saya akan melunasinya.” Kepala Sekolah : “Baiklah, Kembalilah kekelasmu!” Rini : “Terima kasih bu. Permisi !” Akhirnya Lili kembali kekelas. Didalam kelas, Siska, Risa, dan Yola sedang asik mengobrol. Yola : “Rin, Ibu Kepala Sekolah ngomong apa sama kamu ? ada masalah ya ? Rini terpaksa berbohong dengan sahabat-sahabatnya karena dia tidak mau sahabtanya jadi tahu masalah dia dan ikut kedalam masalahnya. Rini : “Tidak ada masalah apa-apa cuma ngobrol masalah perpisahan aja aku kan ketua panitia.” Yola : “Oh. dikira kau kenapa ?” Risa : “Teman, nanti pulang sekolah antar aku ya ke toko buku ? Soalnya aku mau beli novel-novel terbaru sekalian kita shopping. Yola, siska : “IYAA !!” siska : “Rin, kok kamu diam, apa kamu tidak mau ikut ?” Rini: “Iya sis, kayanya aku tidak ikut soalnya kan kamu tahu sendiri ayahku lagi sakit. Belum Sembuh, jadi aku harus membantu ibu menjaga ayah.” Risa : “Ya, sudah kalau begitu ! Bel Istirahat berbunyi .. Risa : “Sudah istirahat, kita kekantin yuu.. Laper nih !!” Yola, siska : “Yuk.kita juga laper!” Rina : “Teman, aku tidak ikut ya soalnya aku tidak laper dan lagi males kekantin. Kalian saja ya ?” Siska, Yola, Risa : “Ya sudah kalau kamu tidak mau ikut. Kita ke kantin dulu ya ?” Rini Terpaksa harus berbohong lagi padahal dia bukan tidak lapar tapi tidak mempunyai uang dan tiba-tiba tersirat di pikiran Rini untuk mengambil uang Risa yang ada didalam tas. Uang itu akan digunakan Siska untuk membeli Novel dan Shopping nanti sepulang sekolah. Rini: “Aku bingung nih harus membayar SPP tapi gak punya uang. Minta sama ibu kan ibu sedang tidak punya, habis untuk ayah kerumah sakit. Apa aku ambil saja uang Siska yang katanya mau dibeluikan novel dan shopping pasti uangnya cukup ! Tapi kan dia sahabat aku sendiri. Maafin aku ya ria. Tidak ada jalan lain, Karena aku harus secepatnya melunasi uang SPP.” Tanpa Rini Sadari ada yang melihat kelakuannnya itu yaitu Fauzia dia anak kelas itu juga. Fauzia tidak sengaja mengintip Rini di pintu kelas. Fauzia : “Apa yang dilakukan Rini itu kan tasnya siska kok dia mengambil uangnya ?” Fauzia pun langsung kedalam kelas dan pura-pira tidak tahu. Bel Masuk kelas pun berbunyi . Siska, Lala, dan Risa masuk kedalam kelas. Risa : “Sedang apa kamu Rin ?” Rini : “Aku lagi baca buku saja.” Lala : “kamu istirahat hanya dikelas aja ? tidak bosen rin ?” Rini : “Tidak, aku kan sudah bilang aku males.” Risa : “Sudah, kok jadi dipermasalahin sih ?!” Risa belum menyadari kalau uangnnya hilang. Setelah dia membuka tasnya dan melihat dompetnya terbuka dia langsung kaget karena uangnya hilang Risa : “Teman, uang aku hilang semua !” Lala, siska : “HILANG ?!?” siska : “Kamu lupa kali ris. Coba cari Lagi.” Risa : “Aku tidak lupa tadi aku simpan disini uangnya. Kemana ya ?” Lala : “Apa ada yang MENCURI uang kamu sis !!?” Risa : “Bisa jadi, kalau tidak ada yang mencuri gak mungkin uang aku hilang.” siska : “Siapa yang mencuri ya kok tega banget sih !!?” Risa : “Rin. ! Kok kamu diam saja sih ? Bantuan aku dong ! uang aku hilang nih !! Rini : “Bukan Aku sis yang mencuri !!” Risa : “Siapa yang bilang kamu yang mencuri. Aku kan Cuma minta dibantuin cari.” Siska: “Rin. kok kamu ngomong gitu ? bukannya aku nuduh kamu ya dari tadikan Cuma kamu yang ada dikelas ini sampai istirahat selesai.” Rini : “Tapi bukan aku ris yang ngambil uang risa . Benar bukan. Aku kan sahabat Risa dan Kalian.” Lala : (Jutek) “Biarpun kamu sahabat kita mungkin ajakan. Ya udah biar kita tidak salah nuduh kita periksa tas kamu, Cuma membuktikan saja.” Rini : “Jangan kumohon JANGAN !! Bukan aku yang ambil.” Tiba-tiba Fauzia bicara dengan mereka. Fauzia : “Hei. Sebelumnya aku minta maaf kalau aku ikut campur urusan kalian. Aku Cuma mau bilang tadi aku lihat Rini membuka tas kamu ris dan mengambil sesuatu sepertinya ya.. UANG.” Risa : “Kamu gak bohong kan Fauzia ?” Fauzia : “Iya aku tidak berbohong aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Maafin aku Rin, aku tidak mau menutupi kejahatan. Jadi, aku ngomong apa yang aku lihat tadi.” Rini : ”Fauzia.aku sama sekali tidak tahu kalau tadi kamu melihat apa yang aku lakukan. Risa, memang aku yang mengambil uang kamu. Fauzia benar. Tapi aku terpaksa sis !!! Aku bukan bermaksud Jahat.” Risa : “Jadi, kamu rin yang mengambil uang aku ! Ya ampun rin, Aku gak nyangka banget !!! Kamu terpaksa kenapa ???” Rini : “Aku terpaksa karna aku belum bayar uang SPP 3 bulan. Orang tua ku tida mempunya uang kan kamu tahu sendiri ayahku sedang sakit.” Risa : “Tapi kamu tidak harus seperti ini rin? ” Lala : “Iya rin kenapa kamu tidak jujur ada sama kita. Kalau kamu jujur kita pasti akan bantu kamu. Siska : “Bener banget !!! Jadi kamu dari tadi pagi sudah berbohong kamu bilang kamu lagi males aja ternyata kamu ada masalah ?” Rini : “Risa, Lala, siska aku menyesal sudah tidak jujur sama kalian. Aku seperti ini karna aku tidak mau menyusahkan kalian terus. Aku minta maaf sama kalian. Terutama Risa.” Risa : “Aku maafin kamu rin . Karena aku tahu kamu dalam keadaan terdesak melakukan semua ini.” Rini : “Kamu memang sahabat aku yang paling baik Ris , aku sangat menyesal sekali.” Lala : “Bagaimanapun seseorang sahabat dia tetap menjadi seorang sahabat ! Siska : “Kamu salah rin, diralat ya ? Bagaimanapun kesalahan seorang sahabat kita harus memaafkannya karena manusia pasti membuat kesalahan dan tidak selalu benar. Jadi kita harus tetap jadi sahabat sejati.” Rini : “Makasih ya sahabat-sahabat ku kalian memang sahabat yang paling baik dan yang paling aku sayang . Makasih kalian sudah mau maafin aku dan masih mau jadi sahabat aku . Risa, Lala, Siska : “IYA DONK HARUS !!!” Risa : “ya udah rin Uangku untuk kamu saja karena aku tahu kamu sangat m embutuhkannnya daripada aku.” Rini : “Benar ris ? Makasih sekali lagi aku ucapkan untuk kamu sampai kapan pun juga aku gak akan melupakan kebaikan kamu.” Risa : “Iya rin, Kamu makasih juga dong sama fauzia karena dia sudah buat kejujuran untuk kamu.” Rini : “Fauzia, terima kasih ya ? Atas kejujuran kamu !” Fauzia : “Iya rin sama-sama.” Risa : “Ya sudah kalau seperti ini kan jadinya enak. persahabatan kita tidak hancur. .” Lala, Rini, Siska, : “YEEEEEEEEE” TAMAT
 

Wonderfull of my life ✿ Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos